Sabtu, 14 Mei 2011

Ini pun akan Berlalu....

Lanang..kesal karena tugas-tugas dari dosen tak kunjung berhenti. Hingga membuatnya jenuh setiap hari harus berkutat dengan literatur, komputer dan diskusi. Waktu tidur jadi berkurang. Waktu makan terganggu, karena nafsu makan seringkali pergi ke negeri antah berantah. Waktu untuk bersosialisasi tersita. Ibu Santi dan Pak Yani sama-sama gelisah karena cobaan yang tak kunjung berakhir, meski dengan cobaan yang berbeda. Lani stres karena menghadapi ujian tertulis, lisan dan fisik untuk bisa bekerja di suatu perusahaan. Anton gelisah dan bosan berada di balik jeruji. Ali merasa lelah dan jenuh dengan rutinitas bekerja. Mia  benar-benar bosan dengan aktifitas organisasinya. Tono yang sering dikejar dead line.

Yah....sering kali kita mengalami kejenuhan, kesal, kawatir, takut, gelisah, sedih, kecewa, yang menguras tenaga, waktu, pikiran dan materi. Melemahkan fisik. Menurunkan semangat. Tak jarang mental menjadi labil. Ruhiyah mengalami degradasi. Hati terasa hampa. Terkadang kita merasa kuat. Tapi tanpa kita sadari sebenarnya kita sedang mengalami depresi. Kapan semua itu akan berakhir?? Sebuah tanya yang kerap terucap lisan, tercetus dalam hati, dan tersingkap dalam pikiran kita manakala keadaan tersebut datang menyergap. Hanya Allah yang tahu..itu pasti.

Semua pasti akan berlalu. Yakinlah... Karena sejatinya tak ada yang abadi dalam hidup ini. Semua akan berujung. Semua akan berakhir. Semua akan bermuara seperti aliran sungai. Lagi-lagi..hanya Allah yang tahu, apakah akhir kisah itu akan menggembirakan, membahagiakan, ataukah akan menyedihkan. Dan semua itu pun akan berlalu. Seperti halnya rasa kenyang, rasa sakit, yang juga akan berlalu.

 Lantas...apa yang harus dilakukan dalam penantian, yang bisa jadi akan lama, tak hanya melewati hari atau pun bulan, tapi juga tahun???

Mendekatkan diri pada Allah. Terus meminta dengan penuh harap dan keyakinan, bahwa Allah akan mengabulkan permintaan kita. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya:
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Aku berdasarkan kepada sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingati-Ku. Apabila dia mengingati-Ku dalam dirinya, niscaya aku juga akan mengingatinya dalam diri-Ku. Apabila dia menyebut-Ku dalam suatu kaum, niscaya Aku juga akan menyebutnya dalam suatu kaum yang lebih baik daripada mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, niscaya Aku akan mendekatinya dengan sehasta. Apabila dia mendekatiKu sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepada-Ku dalam keadaan berjalan seperti biasa, niscaya Aku akan datang kepadanya dalam keadaan berlari-lari kecil."
(Bukhari Muslim)

Menjaga hubungan dengan Allah akan memberikan kekuatan yang luar biasa. Kekuatan yang bisa jadi tak pernah kita duga, bahwa kita  mampu tetap tegak menghadapi ujian. Kita mampu bersabar dan berlapang hati menerima cobaan dan menanti berakhirnya cobaan. Dekat dengan orang-orang shalih, akan selalu mengingatkan kita tentang keberadaan Allah, Rabb Yang Maha Segalanya. Akan selalu menyuntikkan semangat. Ketika kita mengalami penurunan, mereka akan mengingatkan. Al Quran dan Sunnah menjadi pegangan. Agar kita tidak keluar dari jalur yang semestinya, yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Selalu mengingat, jika perlu kita tuliskan pada tempat-tempat yang sering kita lihat, dalam Al Qur'an, dalam buku yang sedang kita baca, pada cermin, di kamar mandi, di atas tempat tidur, sebuah kalimat 'INI PUN AKAN BERLALU'. Dengan cara itu secara langsung kita sudah menanamkan dalam pikiran dan hati kita sebuah keyakinan positif. Sehingga langkah menjadi lebih ringan. Hilang sedih, gundah gulana, kesal, bosan dan semua rasa negatif. Insya Allah..

Seperti kisah seorang narapidana yang merasa ketakutan dan tertekan. Terkungkung di balik jeruji besi. Seluruh tembok seolah menyerap kehangatan, jeruji seolah mencemooh, suara gelegar pintu besi penjara seolah menelan habis harapan. Di tembok, di atas kepala tempat tidurnya, dia melihat sebuah kalimat yang digores oleh narapidana yang menempati selnya sebelum dia.

Kalimat itu mencambuk semangatnya, mungkin juga dengan narapidana sebelumnya. Tak peduli betapa beratnya, dia terus menatap dan mengingat tulisan itu: ini pun akan berlalu. Pada hari pembebasan, dia mengalami kebenaran dari kata-kata itu. Penjara pun berlalu.

Ketika dia menjalani kehidupan normalnya, dia sering merenungi pesan itu, menulisnya pada secarik kertas untuk ditaruh di samping tempat tidur, di mobil, dan di tempat kerja. Bahkan saat dia kembali mengalami hal-hal buruk, dia terus mengingat kalimat itu. Hingga dia tidak mengalami depresi. Terus berjuang. Saat-saat buruk pun tidak memerlukan waktu lama untuk berlalu. Lalu, ketika masa-masa menyenangkan tiba, dia menikmatinya. Tapi dengan tenang. Tidak sembrono. Lagi-lagi dia terus mengingat, bahwa 'ini pun akan berlalu.. Terus bekerja. Tanpa menyepelekan hal yang menyenangkan itu.

Bahkan, ketika dia menderita kanker, 'ini pun akan berlalu' telah memberinya pengharapan. Pengharapan yang memberinya kekuatan dan sikap positif yang mengalahkan penyakitnya. Suatu hari, dokter memastikan bahwa 'kanker pun telah berlalu'.

Pada hari-hari terakhirnya, di atas ranjang kematian, dia membisikkan pada orang-orang yang dicintainya, 'ini pun akan berlalu'. Dengan ringan dia pun meninggalkan dunia. Kata-katanya adalah pemberian cinta terakhir bagi keluarga dan teman-temannya. Mereka belajar, bahwa 'kesedihan pun akan berlalu'.

Depresi sering menjadi penjara bagi kita. Ia mengungkung kuat bagai berada di balik jeruji besi. 'Ini pun akan berlalu' memompa semangat kita yang sering kali mengalami pasang surut bagai ombak di lautan. Kalimat itu pun akan menghindarkan kita dari mengalami depresi hebat, yang dapat menghilangkan rasa syukur kita akan nikmat yang telah dianugerahkannya pada kita. Menyalahkan diri, orang lain, dan yang paling parah, menyalahkan Allah atas datangnya cobaan.

1 komentar: